Kesadaran penuh di perjalanan

BuokFaBCAAEDxEO

Seperti halnya kehidupan ini sendiri, yang memang tersusun dari cerita-cerita yang kemudian terangkai, sebuah kenyataan juga tersusun layaknya sebuah puzzle, yang sedikit demi sedikit kita kumpulkan dan rangkai hingga akhirnya terbentuk menjadi sebuah cerita kenyataan, Dan sesaat sebelum puzzle itu tersusun, kita tidak mengetahui seperti apa kenyataan, apakah itu menyenangkan atau mungkin menyedihkan, karena apapun hasilnya kita hanya melengkapi puzzle itu supaya menjadi sebuah cerita.

Hasil yang menyenangkan atau menyedihkan dari sebuah puzzle sebenarnya adalah hanya sebuak pengharapan atau ekspektasi semata dari kita sendiri sebagai penyusun, ketika kita berharap sebuah puzzle itu berakhir bahagia padahal kenyataannya sebaliknya maka hamper dapat dipastikan kita akan merasa kecewa dan sedih.

Dan puzzle memang sudah hampir terselesaikan, dan kemudian terasa sia-sia saja usaha yang lumayan menguras energi itu, bertahun usaha menata kembali cerita suram, untuk bisa membuat cerita baru yang membahagiakan itu sepertinya percuma saja andai saja saya berfikir naïf tentang hal ini, tetapi lagi-lagi saya menyadari bahwa mungkin itulah yang harus saya hadapi, disayangi untuk kemudian sakit hati.

“Saya belajar dari kisah hidup seseorang. Hati tidak pernah memilih. Hati dipilih. Jadi, kalau Keenan bilang, Keenan telah memilih saya, selamanya Keenan tidak akan pernah tulus mencintai saya. Karena hati tidak perlu memilih. Ia selalu tahu ke mana harus berlabuh.”

― Dee, Perahu Kertas

Hati tidak pernah memilih. Hati dipilih. Karena hati tidak perlu memilih. Ia selalu tahu ke mana harus berlabuh, jadi kalaupun saya patah hati, ya ini karena ekspektasi saya sendiri, resiko yang harus saya tanggung, sepahit apapun saya ga akan bisa menyalahkan siapapun, karena semua hal yang terjadi di hidup saya sudah tertulis di lauh mahfudz jauh bahkan sebelum saya dilahirkan, saya hanya perlu menjalaninya dan menerimanya, dan bertahan untuk senantiasa selalu memiliki iman, memiliki kepercayaan, dan keyakinan.

Semenjak kecil saya adalah anak tengah yang tenggelam didalam dominasi kakak saya dan kemanjaan adik saya, sehingga terkadang saya luput dari perhatian orang tua saya, terkadang sedih memang, tetapi saya percaya hal itu terjadi karena ada sebabnya, dan saya selalu berfikir positif, itu mungkin karena kedua orang saya sudah percaya kepada saya sehingga memberikan saya kesempatan yang besar untuk mengembangkan potensi saya sendiri, untuk selalu mampu memutuskan segala hal sendiri, saya yakini itu. Dan kondisi itu akhirnya sedikit banyak telah membentuk karakter dasar saya, untuk selalu menerima semua hal dengan lapang dada, walaupun terkadang terasa tak adil buat saya, akhirnya saya menjadi orang yang selalu senang melihat orang lain tersenyum dan bahagia.

Hidup ini sudah diatur. Saya tinggal melangkah. Sebingung dan sesakit apa pun, semua sudah disiapkan, saya tinggal merasakan saja, sekeras apapun saya berontak, menolak dan tak menerima maka sekeras itu pula rasa sakit yang akan saya rasakan, oleh karena itu, saya hanya bisa mengikuti kekecewaan dan rasa sakit ini sampai kemanapun membawa saya.

Dan tentang semua yang telah terjadi saya tidak akan melakukan hitung-hitungan, karena dalam tataran perasaan yang diluar logika seperti ini, sepertinya hitungan matematis tidak berlaku, yang ada hanya keikhlasan, sebuah konsep yang selalu saya pelajari dari sejak saya memahami arti bahwa semua orang berhak berbahagia, berbahagia seperti keinginannya, seperti impian mereka, walaupun ketika itu terwujud harus sedikit mengorbankan kebahagiaan saya, tidak apa-apa, selama itu kekecewaan dan kesedihan saya ini bisa menjadi bahan bakar kebahagiaan bagi orang lain.

Misal, Ketika si Adam dan si Bella saling menyayangi, kemudian dengan sebab-sebab tertentu ternyata si Bella tidak lagi menyayangi si Adam, karena si Bella telah menyayangi si Charles, sehingga membuat si Adam sedih, apakah dalam hal ini si Bella telah berlaku jahat kepada si Adam karena telah menyayangi si Charles dan meninggalkan si Adam? Maka jika pertanyaan itu ditanyakan kepada saya maka saya akan menjawab bahwa mungkin saja selintas kita lihat bahwa si Bella telah berbuat nggak adil kepada si Adam, padahal apabila kita melihat sedikit lebih dalam dari berbagai sisi maka hasilnya akan berbeda, karena menurut saya dari kasus diatas kita perlu memperhatikan parameter-parameter lainnya, jangan langsung menyimpulkan, sekali lagi kita harus ingat, bahwa dalam hal perasaan tidak berlaku hitung-hitungan matematis, dalam kasus ini mungkin saja si Bella akan lebih berbahagia daripada bersama si Adam, walaupun mungkin ini menyakitkan buat si Adam, atau mungkin saja, ini adalah pelajaran hidup yang memang harus dihadapi oleh si Adam untuk bisa bahagia walaupun bukan dengan si Bella, atau mungkin bahkan hubungan si Bella dengan si Charles juga bukan kisah sejati, jangan-jangan ternyata si Charles ternyata lebih bahagia dengan si Delilah.

Hasilnya adalah sangat relatif, bahwa semua hal yang terjadi di dunia ini sangatlah relatif, semua hal itu tidak bisa dipastikan hitung-hitungannya, semuanya tergantung kepada parameter yang digunakan dan harus selalu ada keikhlasan, agar semuanya harmonis, itu untuk mengimbangi sifat dasar manusia yang merupakan makhluk yang tak pernah puas, dan selalu mencari kebahagiaan ideal bagi dirinya sendiri, maka ketika ada orang yang mengejar kebahagiaan mungkin disana ada orang lain yang mengorbankan kebahagiaannya untuk orang tersebut, kepentingan kebahagiaan manusia ini tumpang tindih dengan kepentingan orang lainnya.

Maka itu, ketika kepentingan kebahagiaan saya berbenturan dengan orang lain, maka saya akan dengan sangat senang hati akan merelakannya untuk orang lain, karena mungkin saja apabila saya tetap mempertahankan kebahagiaan saya maka bisa jadi orang lain lah yang merasa sedih.

Mungkin kebahagiaan saya tidak disini, mungkin belum ada disini, mungkin harus mencari, biar saya saja yang mencari jawabannya, mengikuti petunjukNya, karena saya yakin bahwa Best Things Take Time……, dan karena terkadang pilihan yang terbaik adalah menerima.

“Carilah orang yang nggak perlu meminta apa-apa, tapi kamu mau memberikan segala-segalanya.”― Dee, Perahu Kertas

 P.S : Ditulis kemarin 8 Maret 2015, setelah membaca buku Perahu Kertas, dalam perjalanan Bandung – Jakarta sebelum nonton Astrolab di Superbad! Vol.67

2 thoughts on “Kesadaran penuh di perjalanan

Leave a comment